Mungkin Aku Terlalu Berharap Banyak

Oleh : Dwitasari
Rasanya semua terjadi begitu cepat,
kita berkenalan lalu tiba-tiba
merasakan perasaan yang aneh.
Setiap hari rasanya berbeda dan
tak lagi sama. Kamu hadir
membawa banyak perubahan dalam
hari-hariku. Hitam dan putih
menjadi lebih berwarna ketika
sosokmu hadir mengisi ruang-ruang
kosong di hatiku. Tak ada
percakapan yang biasa, seakan-
akan semua terasa begitu ajaib dan
luar biasa. Entahlah, perasaan ini
bertumbuh melebihi batas yang
kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan
kamu. Siksaan datang bertubi-tubi
ketika tubuhmu tidak berada di
sampingku. Kamu seperti
mengendalikan otak dan hatiku,
ada sebab yang tak kumengerti
sedikitpun. Aku sulit jauh darimu,
aku membutuhkanmu seperti aku
butuh udara. Napasku akan
tercekat jika sosokmu hilang dari
pandangan mata. Salahkah jika
kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu
tidak seperti sikapku. Perhatianmu
tak sedalam perhatianku. Tatapan
matamu tak setajam tatapan
mataku. Adakah kesalahan di
antara aku dan kamu? Apakah
kamu tak merasakan yang juga aku
rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu
paham dengan perasaanku, karena
kamu memang tak pernah sibuk
memikirkanku. Berdosakah jika aku
seringkali menjatuhkan air mata
untukmu? Aku selalu kehilangan
kamu, dan kamu juga selalu pergi
tanpa meminta izin. Meminta izin?
Memangnya aku siapa? Kekasihmu?
Bodoh! Tolol! Hadir dalam
mimpimu pun aku sudah
bersyukur, apalagi bisa jadi
milikmu seutuhnya. Mungkinkah?
Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku
lupa menghitung mana saja yang
belum kamu tepati. Begitu sering
kamu menyakiti, tapi kumaafkan
lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang
hanya bisa terdiam dan membisu.
Pandanglah aku yang mencintaimu
dengan tulus namun kau
hempaskan dengan begitu bulus.
Seberapa tidak pentingkah aku?
Apakah aku hanyalah persimpangan
jalan yang selalu kau abaikan – juga
kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di
matamu? Apakah aku hanyalah
boneka yang selalu ikut aturanmu?
Di mana letak hatimu?! Aku tak
bisa bicara banyak, juga tak ingin
mengutarakan semua yang terlanjur
terjadi. Aku tak berhak berbicara
tentang cinta, jika kauterus tulikan
telinga. Aku tak mungkin bisa
berkata rindu, jika berkali-kali
kauciptakan jarak yang semakin
jauh. Aku tak bisa apa-apa selain
memandangimu dan membawa
namamu dalam percakapan
panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai
hatiku? Ingatkah perkataanmu
selalu menghancurleburkan mimpi-
mimpiku? Apakah aku tak pantas
bahagia bersamamu? Terlau banyak
pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku
mencintaimu yang belum tentu
mencintaiku. Aku mengagumimu
yang belum tentu paham dengan
rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu,
dan tak akan pernah menjadi siapa-
siapa. Sebenarnya, aku juga ingin
tahu, di manakah kauletakkan
hatiku yang selama ini kuberikan
padamu. Tapi, kamu pasti enggan
menjawab dan tak mau tahu soal
rasa penasaranku. Siapakah
seseorang yang telah beruntung
karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku.
Yang menganggap semuanya
berubah sesuai keinginanku. Yang
bermimpi bisa menjadikanmu lebih
dari teman. Salahkah jika
perasaanku bertumbuh melebihi
batas kewajaran? Aku mencintaimu
tidak hanya sebagi teman, tapi juga
sebagai seseorang yang bergitu
bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku
selama ini. Mungkin, memang aku
yang terlalu berharap terlalu
banyak. Akulah yang tak menyadari
posisiku dan tak menyadari
letakmu yang sengguh jauh dari
genggaman tangan. Akulah yang
bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu
memerhatikanku lagi. Aku terbiasa
tersakiti kok, terutama jika
sebabnya kamu. Tidak perlu basa-
basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu
pasti tak sadar, aku berbohong jika
aku bisa begitu mudah
melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat
dengan kesepian saja, di sana
lukaku terobati, di sana tak
kutemui orang sepertimu, yang
berganti-ganti topeng dengan
mudahnya, yang berkata sayang
dengan gampangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar